Tertarik juga

Rabu, 09 Januari 2019

Riba



PERSPEKTIF RIBA DALAM ISLAM DAN KRISTEN


Pengertian Riba

Kata riba berasal dari bahasa arab, secara etimologis berarti tambahan, berkembang, membesar dan meningkat. Menurut terminologi ilmu fiqih, riba merupakan tambahan khusus yang dimiliki salah satu pihak yag terlibat tanpa adanya imbalan tertentu. Berbicara riba identik dengan bunga bank atau rente, sering kita dengar di tengah-tengah masyarakat bahwa rente disamakan dengan riba. Pendapat itu disebabkan rente dan riba merupakan "bunga" uang, karena mempunyai arti yang sama yaitu sama-sama bunga, maka hukumnya sama yaitu haram. Perbedaan Rente dan riba merupakan teknik atau cara usaha yang memang pada dasarnya dilarang dalam ajaran islam, walaupun kalau di telaah lebih dalam keduanya memang mempunyai sistem yang berbeda akan tetapi prinsip dasarnya sama sih kedua-duanya berbasis bunga yang dipinjamkan kepada pihak si peminjam uang,

Sejarah pelarangan Riba sebelum islam

Istilah riba telah dikenal dan digunakan dalam transaksi-transaksi perekonomian oleh masyarakat Arab sebelum datangnya Islam. Akan tetapi pada zaman itu riba yang berlaku adalah merupakan tambahan dalam bentuk uang akibat penundaan pelunasan hutang. Dengan demikian, riba dapat diartikan sebagai pengambilan tambahan dalam transaksi jual beli maupun hutang piutang secara batil atau bertentangan dengan kaidah syariat islam. Riba tidak hanya dikenal dalam Islam saja, tetapi dalam agama lain (non-Islam) riba telah kenal dan juga pelarangan atas perbuatan pengambil riba, bahkan pelarangan riba telah ada sejak sebelum Islam datang menjadi agama.

Pandangan riba menurut agama kristen

Umat Kristen memandang Riba haram dilakukan bagi semua orang tidak terkecuali siapa orang tersebut dan dari agama apapun, baik dari kalangan Kristen sendiri ataupun non kristen, menurut mereka (tokoh-tokoh) dalam perjanjian lama kitab Deuntoronomy pasal 23 pasal 19 disebutkan "janganlah engkau membungangkan uang terhadap saudaramu baik uang maupun bahan makanan atau apapunyang dapat di bungakan, kemudian dalam perjanjian baru di dalam injil lukas ayat 34 di sebutkan "jika menghutangi kepada orang yang engkau harapkan imbalanya, maka di mana sebenarnya kehormatan kamu. Tetapi berbuatlah kebaikan dan berikanlah ppinjaman dengan tidak mengharapkan kembalinya karena pahala kamu sangat banyak.

Larangan praktek bunga juga di keluarkan oleh gereja dalam bentuk undang undang

- council of elvira (spanyol tahun 306) canon 20 yang melarang para pekerja gereja mempraktekkan pengambilan bunga. Barang siapa yang melanggar maka pangkatnya akan diturunkan

- council of arles (tahun 314) mengeluarkan canon 44 yang juga melarang para pekerja gereja mempraktekkan pengambilan bunga

akhir abad ke-13 timbul beberapa faktor yang menghancurkan pengaruh gereja yang dianggap masih sangat konservatif dan bertambah meluasnya pengaruh mazhab baru, maka piminjaman dengan dipungut bunga mulai diterima masyarakat. Para pedagang berusaha menghilangkan pengaruh gereja untuk menjastifikasi beberapa keuntungan yang dilarang oleh gereja. Ada beberapa tokoh gereja yang beranggapan bahwa keuntungan yang diberikan sebagai imbalan administrasi dan kelangsungan organisasi dibenarkan karena bukan keuntungan dari hutang. Tetapi sikap pengharaman riba secara mutlak dalam agama Nasrani dengan gigih ditegaskan oleh Martin Luther, tokoh gerakan Protestan. Ia mengatakan keuntungan semacam itu baik sedikit atau banyak, jika harganya lebih mahal dari harga tunai tetap riba.

Pada masa jahiliyah istilah riba juga telah dikenal, pada masa itu (jahiliyah) riba mempunyai beberapa bentuk aplikatif. Beberapa riwayat menceritakan riba di jahiliyah.



Bentuk pertama: Riba Pinjaman, yaitu yang direfleksikan dalam satu kaidah di masa jahiliyah: "tangguhkan hutangku, aku akan menambahkanya". Maksudnya adalah jika ada seseorang mempunyai hutang (debitor), tetapi ia tidak dapat membayarnya pada waktu jatuh tempo, maka ia (debitor) berkata: tangguhkan hutangku, aku akan memberikan tambahan. Penambahan itu bisa dengan cara melipat gandakan uang atau menambahkan umur sapinya jika pinjaman tersebut berupa bintang. Menurut Qatadah yang dimaksud riba adalah orang jahiliyah adalah seorang laki-laki menjual barang sampai pada waktu yang ditentukan. Ketika tenggat waktunya habis dan barang tersebut tidak berada di sisi pemiliknya, maka ia harus membayar tambahan dan boleh menambah tenggatnya.

Pandangan islam terhadap Riba

Sejak zaman Nabi Muhammad SAW, riba telah dikenal pada saa turunya ayat-ayat yang menyatakan yang menyatakan larangan terhadap transaksi yang mengandung riba sesuai dengan masa dan periode turunya ayat tersebut sampai ada ayat yang melarang dengan tegas tentang riba. Bahkan istilah dan persepsi tentang riba begitu mengental dan melekat di dunia islam. Oleh karena itu, terkesan seolah-olah doktrin riba adalah khas agama islam. Akan tetapi menurut seorang muslim amerika, Cyril Glasse, dalam buku ensiklopedia, tidak di berlakukan di negeri islam modern manapun, sementara itu, kebanyakan orang tidak mengetahui bahwa di agama kristenpun, selama satu melenium, riba adalah barang terlarang dalam pandangan theolog, cendikiawan maupun menurut undang-undang yang ada.

Kegiatan transaksi yang mengandungriba merupakan kegiatan transaksi yang secara tegas di haramkan bahkan pengharamnya telah menjadi aksioma dalam dalam ajaran islam.

Riba merupakan transaksi yang mengandung unsur eksploitasi terhadap para peminjam (debitor) bahkan merusak akhlak dan moralitas manusia. Pengharaman ini tidak hanya berlaku pada agama Islam saja, akan tetapi dalam agama-agama samawi juga melarangnya bahkan mengutuk pelaku riba. Plato (427-347 SM) misalnya termasuk orang yang mengutuk para pelaku pelipat gandaan uang dikerenakan bahwa riba Jahiliyah yang dengan jelas dilarangnya riba adalah yang berlipat gandaan uang.

Ragam atau macam-macam Riba

Pada dasarnya riba terbagi menjadi dua macam yaitu riba akibat hutang piutang yang telah dijelaskan tentang keharamannya dalam al-Qur'an, dan riba jual beli yang juga telah dijelaskan boleh dan tidaknya dalam bertransaksi dalam as-Sunnah.

Riba akibat hutang-piutang disebut Riba Qard (yaitu suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang) , dan Riba Jahiliyah (yaitu hutang yang dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu membayar hutangnya pada waktu yang di tetapkan.)

Riba akibat jual beli di sebut riba fadl yaitu pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda dan barang yang di pertukarkan termasuk dalam jenis barang ribawi.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan memberikan masukan, kritik, saran maupun pertanyaan